Taizé Bertajuk Keluarga. Komunitas Wisma Skolastikat Claretian Yogyakarta (WSCY) mengadakan Doa Taizé bersama keluarga Claretian, secara khusus orang tua dan saudara-saudari dari setiap anggota di komunitas tersebut.
Doa bersama ini terjadi bukan karena hasil mimpi semalam. Komunitas WSCY telah merencanakannya dalam Proyek Komunitasnya. Hal ini tertera dengan jelas di dalam Action Plan komunitas tersebut, bahwa doa bersama ini akan terjadi empat kali dalam setahun dan selalu terjadi via zoom meeting.
Pada periode tahun 2022/2023, doa bersama keluarga tersebut untuk pertama kalinya terjadi pada hari Minggu, 20 November 2022. Tidak banyak dari anggota keluarga yang hadir, tetapi rasa kekeluargaan sungguh tampak dalam momen kebersamaan ini.
Adapun tujuan utama kegiatan doa bersama keluarga para anggota CMF di Komunitas WSCY adalah merasakan bersama seluruh keluarga pengalaman akan Allah sekaligus menimba spiritualitas Claretian. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan impian 1 (satu) Kongregasi dan Delegasi para misionaris Claretian.
Komunitas mengimpikan anggota-anggotanya memiliki pengalaman akan Allah yang mendalam, beriman teguh pada pribadi, kata-kata, dan karya-karya Sang Guru, dan mengakarkan diri pada spiritualitas Claretian.
(Proyek Komunitas WSCY, Impian 1)
Doa Taizé bersama ini dipimpin oleh Fr. Reneldus Maryono Paing, CMF (Frater Yono) di bawah tema: Merajut Bersama sebagai Satu Keluarga Claretian.
Dalam renungannya, Frater Yono mengajak semua yang hadir secara virtual tersebut untuk selalu membangun dialog sebagai jalan yang baik untuk berkomunikasi satu sama lain, sebagaimana sering dikumandangkan oleh Paus Fransiskus. Jika tidak terbuka untuk berdialog, gerbang kehancuran keluarga sudah terbuka di depan mata.
Setelah doa bersama, temu keluarga ini dilanjutkan dengan perkenalan dan tegur sapa di antara para anggota keluarga. Semua yang hadir sangat bersukacita. Bahkan ada orang tua yang meneteskan air mata haru bisa menatap buah hati mereka lagi meski hanya terjadi secara virtual via zoom meeting saja.
Beberapa anggota keluarga mengaku, kehadiran mereka dalam doa bersama tersebut merupakan bentuk dukungan mereka kepada anggota keluarganya dan semua misionaris muda yang sedang menjalani masa formasi di Komunitas WSCY. Mereka berharap kegiatan serupa terjadi terus-menerus di masa mendatang.
Lasiana, Kupang. Merayakan Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raya Semesta Alam dan Hari Orang Muda Sedunia ke-37, Komunitas Seminari Hati Maria (SHM), Kupang mengadakan doa Taizé, pada Minggu (20/11/2022).
Doa Taizé tersebut dilaksanakan secara offline. Tema yang diusung oleh Komunitas SHM dalam doa tersebut adalah “Bangkitlah dan Bergegaslah”. Tema tersebut merupakan tema dari Hari Orang Muda Sedunia ke-37 yang terinspirasi dari Injil Lukas 1:39.
Doa Taizé Komunitas SHM berlangsung di Aula Claret. Mereka yang berpartisipasi dalam doa tersebut adalah para suster MC, para suster RVM dan puluhan orang muda yang tergabung dalam AMC dan orang muda Katolik dari kapela-kapela tempat para frater merasul.
Setelah doa bersama, terdapat beberapa acara spontanitas yang dibawakan oleh para frater dan orang muda, diantaranya nyanyi bersama dan stand up comedy. Pada kesempatan yang berahmat itu pula, Komunitas SHM dan mereka yang berpartisipasi dalam doa tersebut juga merayakan hari ulang tahun tahbisan ke-14 dari P. Yoseph F. Mello, CMF.
Tanjung Balai – Sumatera Utara – Oleh P. Agustinus Jeramu, CMF || Misionaris Tanjung Balai
Pengantar
Dalam satu kesempatan perjalanan menuju sebuah Stasi di wilayah Paroki Tanjung Balai, saya berjumpa dengan seorang Pria paruh baya yang sedang memotong rumput. Lantas, saya berhenti sejenak dan menanyakan perihal jalan menuju Stasi tersebut. Tanpa basa-basi dia pun mulai menjelaskan arah menuju tempat tujuan yang saya maksud.
Di akhir perjumpaan kami, persis sebelum saya meninggalkannya, dia berkata, “Anak muda, hidup di zaman sekarang itu susah. Kita mesti bekerja keras hanya untuk memperoleh sedikit nafkah. Kamu sendiri juga harus bekerja keras untuk memiliki kehidupan yang baik. Kamu bekerja untuk pabrik ini kan, pengawas kebun sawit ini kan…?”
Dengan sedikit senyum di bibir, saya pun berkata dengan spontan, “bukan….saya bekerja untuk Gereja. Saya bekerja untuk Tuhan…”
Berawal dari Sebuah Pesan Singkat
Semuanya berawal dari hari itu. Saya masih ingat, dua minggu sebelum saya mengikrarkan kaul kekal di bulan Oktober 2019, pagi-pagi di kota Gudeg (Yogyakarta), saya mendapat sebuah pesan singkat dari nomor pengirim yang tak asing lagi. Ujung pesan singkat itu kira-kira berbunyi, “Gusti, kamu akan ditempatkan di Paroki Tanjung Balai, Sumatera Utara”.
Masih pagi, saya langsung dikabari berita yang sejujurnya tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Aneka perasaan berkemacuk dalam dada. Ada perasaan senang karena saya akan “melihat” tanah Sumatera (Utara) dan juga sedikit perasaan aneh karena saya harus berkarya di Paroki Tanjung Balai. Bukan apa-apa, hal itu muncul karena pesan ini mendadak masuk ke laman WA.
Satu kepastian yang saya tahu sejak awal, saya sebenarnya akan bertugas di sebuah Seminari di tanah Lorosa’e, Timor Leste. Namun, bak petir di siang bolong, berita pergantian tempat tugas datang begitu cepat tanpa permisi, mengubah segala imajinasi saya tentang tempat tugas selanjutnya.
Saya yang sudah menyiapkan segala perlengkapan menuju Timor Leste dan buku-buku untuk sumber literasi selama bertugas di Seminari nanti, terpaksa saya ubah dan saya ganti dengan menyiapkan perlengkapan menuju tanah Sumatera. Saya mulai mendengarkan lagu Batak, mencari dan mempelajari budaya dan bahasa Batak secara perlahan. Ada rasa kaget, but life must go on.
Terhitung sejak tanggal 3 November 2019, saya memulai masa bakti di Paroki Tanjung Balai. Nama kota ini dan apa yang pernah terjadi di dalamnya, sudah saya dengar semenjak menjalani masa studi di Yogyakarta.
Pernah suatu ketika, saya membaca sebuah berita di koran harian nasional yang mengisahkan tentang tindakan anarkis dan intoleran di kota ini. Didorong oleh kisah dan rasa penasaran, tak heran, hal pertama yang saya lakukan di tempat ini ialah mengelilingi kota waterfront Tanjung Balai.
Keberagaman ditunjukkan di sana. Agama yang beragam, tempat ibadah, suku dan bahasa. Umumnya, orang Tanjung Balai bertutur bahasa “Indo-Melayu”. Sebagai orang Timur, saya tidak terbiasa dengan ucapan mereka. “Karojo”, “golap” dan “tak pala” adalah segelintir kata yang cukup sering saya dengar di tempat ini terlepas dari apakah ini sungguh bahasa Indo-Melayu atau cara berbicara orang Sumatera Utara.
Sebagai tempat yang pernah disematkan sebagai “kota intoleran”, saya cukup merasa kaget karena kota Tanjung Balai justru tidak menampakkan wajah suram dan menyeramkan bagi keberagaman.
Sebagai orang baru (dan asing), saya justru merasa diterima di tempat ini. Interaksi berjalan baik entah dengan umat Katolik, yang terdiri atas suku Batak, Karo dan Chinese, maupun umat beragama lainnya. Orang Melayu, Batak, Chinese dan Jawa bersatu-padu membangun kota Tanjung Balai menjadi lokasi padat penduduk dan sarat aroma kapitalisme. Di mana-mana orang berbisnis, terutama perdagangan. Seorang teman yang tinggal di kota ini pernah berkisah bahwa kota Tanjung Balai juga sering disebut sebagai tempat bisnis pakaian impor yang cukup mahsyur di ujung Nusantara.
Gereja yang Hidup
Berbicara mengenai sejarah Gereja Katolik Tanjung Balai sama saja berbicara mengenai sejarah awal masuknya kekatolikan ke tanah Sumatera. Gereja ini merupakan misi awal penyebaran kekatolikan di daerah Sumatera. Sudah banyak misionaris yang mengabdi untuk umat di tempat ini. Saya sendiri merupakan orang kesekian yang bertugas di wilayah ini.
Sedari awal tiba, saya langsung menyadari bahwa misi Tanjung Balai merupakan misi yang menantang. Perjalanan yang jauh menuju Stasi dan medan yang sulit, melewati “labirin” kebun sawit, langsung “menyapa” saat pertama kali saya berpastoral ke “Lautan”. Ya…kami menyebut “Lautan” karena tempat itu berada di pesisir Laut dan bahkan kita harus menyebrang menggunakan perahu untuk dapat sampai ke Stasi-Stasi yang paling jauh dari Paroki.
Rasa lelah langsung menyergap sanubari ini. Hampir setiap akhir pekan saya berpastoral menuju “Lautan”. Beruntung bahwa saya dibekali dengan sebuah sepeda motor yang mumpuni untuk melancarkan kegiatan pastoral ke sana. Tidak beruntung karena beberapa kali saya harus jatuh dan bahkan, masih segar dalam ingatan, tercebur ke dalam kubangan lumpur yang sudah bercampur dengan aroma minyak sawit.
“Hmmm…sedap rasanya” tawa saya dalam hati ketika aroma sawit yang menempel di tubuh menusuk hidung. Meski sudah berkali-kali jatuh dan bangun lagi, saya tak jera mengadakan kunjungan dan pelayanan umat di wilayah “Lautan”. Entah roh apa yang merasuki diri ini, sehingga walaupun hujan dan petir, saya tetap memberanikan diri untuk berpastoral ke sana.
Kisah di atas belum menggambarkan sepenuhnya karya kami di Paroki Tanjung Balai. Masih ada karya dalam bidang sosial-ekonomi dan kemasyarakatan. Paroki Tanjung Balai memang seumpama paket komplit. Di Paroki ini, saya memperoleh pengalaman pastoral yang beraneka-ragam. Selain karya dan pelayanan sakramental, kami juga berkarya membantu para wong cilik yang sering dijumpai di sini.
Pernah ketika di masa awal kedatangan saya di tempat ini, kami turut membantu para korban kebakaran di Pajak (baca: Pasar) yang berada tak jauh dari Pastoran. Sungguh malang, beberapa umat kita menderita karena menjadi korban kebakaran tersebut. Paroki bergerak cepat dengan mendistribusikan bantuan entah berupa sembako maupun jenis bantuan lainnya.
“Harapannya hal ini bisa meringankan beban mereka”, begitu rekaman ucapan Pastor Paroki di meja makan Pastoran.
Karya kemanusiaan tidak berhenti sampai di situ. Masih ada bantuan sosial lain yang pernah dilakukan oleh Paroki. Itu terjadi kala banjir menghantam wilayah Rayon Se’i Loba di penghujung tahun 2020 lalu.
Saya tak tahan melihat banjir yang melumpuhkan daerah tersebut. Banjir membuat kondisi wilayah nyaris lumpuh dan umat merana. Paroki menanggapi situasi ini dengan mengirim bantuan berupa makanan, obat-obatan dan kayu. Kegiatan pastoral mingguan praktis ditiadakan beberapa waktu lamanya.
Kurang lengkap rasanya jika dalam tulisan ini, saya tidak menceritakan sekilas mengenai rumah pastoran Teluk Pulai dan Gedung Serbaguna Gianfranco Cruder. Dua infrastruktur ini menjadi dua sarana yang mengubah wajah Paroki saat ini (dan semoga selamanya).
Pertama, Pastoran Teluk Pulai. Gedung ini merupakan warisan para misionaris SX yang dulu berkarya di Paroki Tanjung Balai dari pertengahan 1980-an sampai 1990-an. Renovasi gedung yang peresmiannya dilaksanakan Desember 2019 kemarin menjadi titik awal intensifnya pelayanan ke wilayah Lautan.
Gedung ini bisa saya katakan menjadi salah satu alasan utama mengapa setiap akhir pekan kami “rela” berangkat menuju “Lautan”. Berkat Pastoran Teluk Pulai, kami memiliki kesempatan untuk merencanakan kegiatan pastoral dan segala terobosannya serta karya sosial seperti wacana pembangunan jalan di wilayah Lautan.
Kedua, Gedung Serbaguna Gianfranco Cruder. Gedung ini berdiri di atas lokasi tanah yang diwariskan oleh Pater Gianfranco Cruder, SX. Setelah pembiaran yang begitu lama terjadi, Desember 2020 kemarin Gedung ini telah resmi difungsikan.
Gedung ini akan disiapkan untuk pesta Jubileum Paroki tahun 2022 ini. Boleh saya katakan, berdirinya gedung ini menjadi satu kebanggaan bagi umat Tanjung Balai, dan dengan keyakinan berkata, “Kami sekarang memiliki Gedung Serbaguna (juga)”.
Penutup: “Ab Ovo Usque ad Mala”
Semua coretan pengalaman di atas mengisahkan betapa beragamnya karya pelayanan di wilayah Paroki Tanjung Balai. Aneka “hidangan” disiapkan di atas “meja” Paroki Tanjung Balai.
Ada “menu pembuka”, sesuatu yang biasa dilakukan, yakni karya sakramental, pelayanan mingguan/harian yang kami laksanakan baik di daratan maupun lautan. Ada “menu utama”, sesuatu yang spesial/khusus, yakni dua infrastruktur pelayanan, Gedung Serbaguna dan Pastoran Teluk Pulai, yang menolong dan mengembangkan karya Paroki. Tentu saja yang terakhir ada “menu penutup” yakni karya dalam bidang sosial, membantu mereka yang menjadi korban kerasnya hidup.
Tepat rasanya jika saya menyematkan ungkapan Latin di sini, “Ab Ovo Usque ad Mala”, “dari Telur sampai Apel”, “dari menu pembuka sampai hidangan penutup”, “dari awal sampai akhir” tersedia di atas “meja pelayanan Paroki Tanjung Balai”.
Semoga kita sekalian merayakan pesta Bapa Pendiri dengan penuh sukacita!
Sejak Kapitel Umum XXVI, kita telah menggunakan istilah “mimpi” untuk merujuk pada design (rancangan) Allah bagi Kongregasi kita saat ini dalam kesetiaan pada karisma Bapa Pendiri kita. Kapitel provinsi dan pertemuan-pertemuan yang diadakan setelah Kapitel Umum membuat “mimpi” itu menjadi milik mereka dan mengundang komunitas-komunitas dan anggota-anggota Kongregasi untuk melihat diri mereka sendiri dan kerasulan mereka dari sudut pandang Allah. Saya, juga dipanggil untuk bertanya diri perihal apa yang menjadi mimpi Tuhan bagi superior jenderal.
Bahkan sebelum pandemi global cukup bisa dikendalikan, baik umat manusia dan bumi, rumah kita bersama, kembali terluka oleh wabah perang dan ketidakstabilan politik global, yang menunjukkan kerapuhan koeksistensi manusia dan kemampuan kita untuk memecahankan masalah bersama. Sekali lagi, menjadi jelas akan betapa pentingnya bagi manusia untuk belajar melakukan perjalanan bersama di planet ini, secara sinodal memahami Mimpi Tuhan bagi dunia.
Kita perlu mempelajari suatu seni yang memiliki tempat terindah dalam hati Bapa Pendiri kita, yang banyak membantunya untuk mewujudkan impian Tuhan, yakni seni menenun. Claret mempelajari seni menenun dari bisnis keluarganya (lih. Auto 31). Yang dia pelajari itu bukan hanya soal keterampilan fisik, tetapi juga seni relasional dan spiritual yang akan banyak membantunya untuk hidup sebagai seorang misionaris apostolik. Claret mampu merajut hubungan yang penuh kasih karunia dengan teman, rekan kerja, atasan, dan bawahannya. Maka, tidak heranlah jika ke mana pun dia pergi, dia menciptakan jaringan relasional untuk melayani pewartaan Injil. Kita tahu bagaimana dia merawat kakeknya ketika dia masih kecil (bdk. Auto 19), bagaimana dia berempati dengan para pekerja mesin tekstil (bdk. Auto 33-34), dan bagaimana dia memupuk hubungan persahabatan dan persekutuan hidup yang langgeng dengan begitu banyak orang sepanjang tahun hidupnya (lih. Auto 60-61). Deskripsinya tentang komunitas di Kuba menggambarkan jalinan hubungan yang ia kembangkan sebagai uskup misionaris (lih. Auto 606-613). Autobiografinya adalah narasi tentang kehidupan seorang misionaris yang terjalin bersama dengan begitu banyak jiwa besar sebagai jaringan relasi penginjilan di masa sulit Gereja di Spanyol dan Kuba.
Kredibilitas kehidupan pribadi kita dan keefektifan komunitas dan pelayanan kita di tingkat lokal, provinsi dan global, sangat bergantung pada kemampuan kita menjalin hubungan kita dengan Tuhan dan sesama yang lain serta bagaimana kita menyatukan sumber daya dan bakat kita untuk membawa/meneruskan misi yang dipercayakan. Penawar untuk banyak penyakit yang menimpa para penginjil saat ini (seperti klerikalisme, individualisme, dan keduniawian) adalah memberdayakan hubungan dalam komunitas dan dalam pelayanan. Bayangkan, betapa banyak kehidupan terpancar dari komunitas misionaris ketika para anggotanya mampu menjalin hubungan dan mengubah perbedaan menjadi kekayaan, konflik menjadi momen pertumbuhan, dan menghargai karunia satu sama lain! Salah satu kemampuan utama yang harus kita pelajari dari Bapa Pendiri kita adalah menjalin hubungan yang membangun komunitas misionaris, tim dan dewan pastoral dan pendidikan, dan jaringan yang mempromosikan “transformasi dunia menurut rencana Allah” (lih. QC 43).
Pada kesempatan ini, saya mengundang kita sekalian untuk merenungkan dengan saksama dimensi kehidupan Bapa Pendiri kita selama pesta ini sehingga kita dapat merajut jalinan hubungan kongregasional dan dapat memberikan kesaksian akan kasih Tuhan. Pada hari raya ini, marilah kita menjadikan doa Claret sebagai milik kita sendiri:
Oh Allahku dan Bapaku, semoga aku mengenal-Mu dan membuat Engkau dikenal; mencintai-Mu dan membuat Engkau dicintai; melayani-Mu dan membuat Engkau dilayani; memuji-Mu dan membuat Engkau dipuji oleh semua makhluk.
Diski, Sumatera Utara. Pada Minggu (16/10/2022), RP Michael Manurung, OFMCap Vikjen KAM (Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Medan) memberkati Pastoran, Aula dan Kantor Paroki, Kuasi Paroki St. Paskalis Diski. Acara pemberkatan dimulai pada pukul 08:30 WIB, diawali dengan tarian penyambutan dan pengalungan bunga kepada Vikjen, Pastor Paroki dan Vikaris Paroki Kuasi Paroki St. Paskalis Diski.
Perayaan Ekaristi dimulai pada pukul 09:00 WIB dan dipimpin oleh RP Michael Manurung, OFMCap sebagai celebran utama. Turut hadir sebagai konselebran; RP. Dominikus Kabosu, CMF (Pastor Kuasi Paroki St. Paskalis Diski), RP. Marselinus Bedin, CMF (Vikaris Parokus Kuasi Paroki St. Paskalis Diski), RP. Yohanes Don Bosko Asmirudin, CMF, dan RP. Agustinus Djeramu, CMF.
Dalam rangkaian Perayaan Ekaristi, di depan pintu utama pastoran dilaksanakan acara penyerahan Dokumen Laporan Pembangunan dan Kunci dari panitia pembangunan Bpk. Sateria Tarigan, SE kepada Keuskupan yang diwakili oleh Vikjen, penyerahan dokumen dan kunci dari Vikjen kepada Parokus, dan pengguntingan pita oleh Vikjen. Sesi ini diakhiri dengan membuka pintu utama pastoran oleh Parokus.
Dalam homilinya, sesuai dengan bacaan Injil Minggu Biasa XXIX Pastor Vikjen mengajak umat Kuasi Paroki St. Paskalis Diski senantiasa bertekun dalam doa. Doa hendaknya dilakukan dengan sikap penuh kepercayaan, bukan memaksa Tuhan. Vikjen mengatakan,
“Kita hendaknya tak jemu-jemu untuk berdoa. Kadang dalam doa, kita memaksa agar Tuhan harus cepat mengabulkan doa kita”.
Berhadapan dengan dunia saat ini yang menawarkan sesuatu yang instan, cepat saji, dan serba cepat. Vikjen mengingatkan umat bahwa situasi dunia juga turut mempengaruhi kehidupan iman umat.
“Doa bukanlah sesuatu yang instan, bimsalabim semua dikabulkan. Setiap iklan ditayangkan dalam waktu 30 detik, kemudian ganti lagi. Serba cepat!” kata Vikjen.
Pada akhir homilinya, Vikjen mengajak umat untuk meneladani seorang ibu yang tekun mendoakan anaknya untuk menjadi imam sejak anaknya masih di dalam kandungan, dan juga belajar dari St. Monika yang bepuluh-puluh tahun tak jemunya berdoa bagi anaknya St. Agustinus.
Setelah homili dilanjutkan dengan acara pemberkatan Pastoran, Aula dan Kantor Paroki Kuasi Paroki St. Paskalis Diski oleh Vikjen dan dibantu oleh para imam.
Pada Ritus Penutup dilaksanakan penandatanganan prasasti pemberkatan Pastoran, Aula dan Kantor Paroki Kuasi Paroki St. Paskalis Diski oleh Vikjen dan Parokus.
Perayaan Ekaristi selesai pada pukul 11:00 WIB. Turut hadir dalam pesta pemberkatan ini Bpk Dr. dr. Binarwan Halim, M. Ked (OG), SpOG (K), FICS (Founder Halim Fertility Center), Bpk Drs. Hendrik Sitompul, MM (Anggota DPR RI), 2 anggota DPRD Deli Serdang, Kepala Desa Sei Semayang dan Kepala Desa Serba Jadi, para biarawan-biarawati, para tamu undangan, serta umat se-kuasi Paroki St. Paskalis Diski.
Usai Perayaan Ekaristi Pemberkatan Pastoran, Aula, dan Kantor Paroki, Kuasi Paroki St. Paskalis Diski dilanjutkan acara ramah tamah sederhana sebagai bentuk sukacita bersama hingga pukul 18:00 WIB.
Penfui, Kupang. Pada Senin (10/10/2022), Mgr. Piero Pioppo (Duta Besar Vatikan untuk Indonesia) menahbiskan 19 diakon di Gereja Paroki St. Yoseph Pekerja, Penfui. 19 diakon yang ditahbiskan itu terdiri dari 16 diakon berasal dari Keuskupan Agung Kupang dan 3 diakon lainnya berasal dari Kongregasi Putra-putra Hati Tak Bernoda Maria.
Tiga diakon Claretian yang menerima tahbisan imamat adalah P. Anggalius Yoseph Usfal, CMF; P. Edvan Andreas Ruu, CMF; dan P. Patris Urbat, CMF.
Dalam homilinya, Mgr. Pioppo melihat suatu fenomena yang berbeda dari Gereja lokal Indonesia. Menurut Mgr. Pioppo, dalam peristiwa tahbisan yang dirayakan tersebut, terdapat kemurahan hati Allah bagi Gereja lokal. Dari kemurahan hati Allah itu, Mgr. Pioppo juga memuji kebesaran hati orang muda Indonesia untuk menjawab panggilan Tuhan.
“Hal ini memperlihatkan betapa besar kebaikan Tuhan atas Gereja lokal ini dan betapa murah hatinya tanggapan orang muda Indonesia”, katanya.
Kepada para calon imam, Mgr. Pioppo mengingatkan para calon tertahbis perihal keberadaan diri mereka di hadapan Sabda Allah. Para calon tertahbis telah mengalami suatu transformasi hidup di mana mereka telah menjadi milik Allah untuk hidup dalam formasi Allah.
“Tidak hanya bagi Anda, para calon tahbisan, tapi juga bagi seluruh Gereja lokal dan misioner, Sabda Allah memperlihatkan kita semua keindahan hidup yang dipersembahkan kepada Tuhan. Ia telah memiliki Anda, Ia telah membentuk Anda dan menghendaki Anda, untuk melayani keluarga-Nya dalam masa sulit ini”, tuturnya.
Uskup kelahiran Savona, Italia, 29 September 1960 ini menambahkan bahwa para diakon yang telah menjadi milik Allah itu perlu untuk menjawab kebaikan Allah dengan penuh kepercayaan. Allah mesti menjadi bagian yang tak terpisahkan dari diri seorang imam. Sebab, dengan Allah, para imam akan senantiasa mendapat perlindungan.
“Anda sekalian telah menjawabnya dengan iman dan dalam setiap hari hidup Anda, Anda harus menjaga kepercayaan yang teguh di dalam Tuhan, yang telah menjadikan Anda, seperti yang kita nyanyikan dalam Mazmur 110, imam untuk selama-lamanya, yang memiliki Tuhan di sebelah kanan kalian, sebagai perlindungan dan penjaga dari segala kejahatan dan godaan”, kata Mgr. Pioppo yang kini menjadi Nuncio Apostolik untuk ASEAN sejak 2018 lalu.
Gambar: Tahbisan Imamat KAK dan CMF
Sebelum menutup homili singkatnya, Mgr. Piero mengajak umat Allah yang hadir dalam Ekaristi tahbisan imamat untuk mendoakan para calon imam. Harapannya agar para calon imam yang akan ditahbiskan nantinya bisa menjalankan pelayanannya dengan baik.
“Mari kita berdoa bagi para calon tahbisan ini, agar melalui Kristus, bersama Kristus, dan dalam Kristus, Sang Gembala Baik, mereka dapat melayani umatnya, berada dekat dengan semua orang, dan diakhir hidup mereka, mereka dapat menerima hadiah kemuliaan dan kehormatan dari Allah”, jelas Mgr. Pioppo yang kemudian menutup homilinya dengan tanda salib.
Misa tahbisan imamat bagi 19 diakon Keuskupan Agung Kupang dan Kongregasi Putra-putra Hati Tak Bernoda Maria itu dapat terlaksana dengan baik. Yang hadir dalam perayaan akbar itu adalah keluarga para imam baru, para imam yang berkarya di wilayah pastoral Keuskupan Agung Kupang, para biarawan-biarawati, dan umat Allah yang tinggal di wilayah Kota Kupang dan sekitarnya.
Hadir pula dalam perayaan tahbisan imamat tersebut adalah Wakil Gubernur NTT, Yosef Nai Soi; Ketua DPRD Prov. NTT, Emelia Julia Nomleni; Wakil Walikota Kupang, dr. Hermanus Man; dan perwakilan dari pihak kepolisian dan TNI.
Profisiat bagi para imam baru yang telah menerima rahmat tahbisan imamat. Secara khusus untuk ketiga saudara kita –P. Angga, P. Andre, dan P. Pato– yang telah sungguh-sungguh menjadi rekan kerja Kristus.
Tanjungbalai-Sumatera Utara. Perayaan puncak jubileum 75 tahun Paroki St. Mikael, Tanjungbalai berlangsung di Tanjungbalai, Sumatera Utara. Perayaan puncak dilaksanakan selama dua hari dari tanggal 01 Oktober hingga 02 Oktober 2022.
Puncak Jubileum diawali dengan penyambutan Pastor Vikep Aekanopan-Siantar, RP. Fridolinus Simanjorang, OFM. Cap. di Gedung Serbaguna Gianfranco Cruder, SX. Acara kemudian dilanjutkan dengan aksi panggilan dari berbagai Kongregasi yang pernah melayani di Paroki Tanjungbalai maupun Kongregasi di mana putera/i daerah berada, seperti OFM. Cap, O. Carm, CMF, FCJM, SFD, KSFL dan KYM. Tidak ketinggalan para Frater dan Imam Diosesan juga turut terlibat dalam kemeriahan aksi panggilan ini.
Umat yang hadir tampak amat antusias dengan kegiatan ini. Puncak Jubileum, keesokan harinya, dimulai dengan misa kudus yang dipimpin oleh Mgr. Cornelius Sipayung, OFM. Cap. Dalam homilinya, Bapak Uskup Agung Medan mengungkapkan, “Bersikap sebagai seorang beriman adalah bersikap seperti seorang hamba, taat pada apa yang dikatakan oleh tuannya”.
Pada kesempatan yang sama, Pastor Paroki St. Mikael, Tanjungbalai, RP. Cyrus Banque, CMF, berujar, “Perayaan jubileum merupakan perayaan iman bersama. Di sinilah perayaan iman tidak hanya diisi dengan lomba-lomba dan pesta, tapi juga diungkapkan dengan kegiatan-kegiatan karitatif seumpama penghapusan utang, bedah rumah, pengobatan gratis dan pembuatan BPJS.”
Perayaan puncak diakhiri dengan acara budaya, tarian tor-tor, yang melibatkan pengurus dan umat dari setiap Lingkungan, Stasi dan kelompok-kelompok kategorial. Sukacita sungguh menyelimuti keseluruhan perayaan ini.
DI RUMAH RETRET KEUSKUPAN AGUNG DILI DI DARE-TIMOR LESTE, tanggal 13-16 September 2022 lalu, telah berlangsung pendalaman materi mengenai KOMUNITAS UMAT BASIS (Comunidade Igreja Baze), bagi para Pastor Paroki se-Keuskupan Dili, Timor Leste. Kegiatan yang dipandu oleh Romo António Quenser, kepala bidang formasi para imam di Keuskupan Agung Dili, berlangsung secara baik dan fokus.
Pada retret ini, hadir 24 pastor paroki dari total 32 paroki. Kegiatan tersebut menghadirkan tiga pemateri yakni, Pater Francisco José Baeza Roca, CMF, Pater Nikolaus Ilan, CMF (keduanya berdomisili di Kupang-Indonesia), dan Pater Krisostomus Jaya Jawa CMF, yang berkarya di Jakarta.
Selama kegiatan, para peserta dibekali pemahaman yang luas, benar dan mendalam tentang Komunitas Gereja Basis, termasuk berbagai sharing untuk menemukan beberapa kesulitan dan peluang yang ada dan Komunitas Umat Basis tersebut, juga langkah-langkah konkret yang dapat diambil ke depan demi memajukan gerakan Gereja Yang Hidup, lewat pemberdayaan Umat dalam setiap komunitas basisnya.
Di akhir kegiatan, diadakan forum evaluasi dan usulan rancangan tentang bagaimana memperbaiki dan memajukan Komunitas Gereja Basis. Semua evaluasi dan usulan rancangan tersebut dilaporkan ke Bapak Uskup Agung Dili, Sua Eminência Virgílius Kardinal, untuk dijadikan patokan bagi pengembangan umat dalam Gereja Lokal.
Bapak Uskup Agung Dili, Sua Eminência Virgílius Kardinal, bersama Vikaris Sosial Keuskupan Agung Dili dan Para Pemateri Komunitas Gereja Basis
Kegiatan yang mendatangkan tiga pembicara yang makan garam dalam soal Komunitas Gereja Basis ini, direncanakan sejak Februari 2022 lalu, di mana Bapak Uskup menunjuk Pater Emanuel Lelo Talok, CMF, Vikaris Sosial Keuskupan, untuk menghubungi Pater Valens Agino, CMF, selaku Pemimpin Tinggi CMF di Indonesia-Timor Leste untuk mempersiapkan materi dan tenaga pembimbing. Akhirnya Pater Valens mengutus tim yang terdiri dari Pater Franciscus, Pater Nikolaus dan Pater Krisostomus, untuk membimbing kegiatan dimaksud.
Romo Guilhermino da Silva, Pastor Paroki Santo António Motael sangat mengapresiasi program ini, sekaligus berharap menjadi sebuah langkah maju pengembangan iman umat dalam berbagai aspek kehidupan. Hal yang sama datang dari Romo Arnaldo de Deus, Pastor Paroki São José Atsabe.
Komunitas Umat Basis sudah diterapkan lama di Gereja Lokal Timor Leste, namun mati hidup. Semoga ke depannya hidup lebih lama dan hidup terus. Romo Armindo Brito, Pastor Paroki Ainaro sangat antusias dengan program ini, dan meminta Tim dari CMF bisa mengunjungi wilayah Dekenat Ainaro yang dipimpinnya untuk semakin melebarkan sayap Komunitas Gereja Basis. Romo Paroki Oe-Cusse, bahkan telah mempersiapkan jadwal lanjutan untuk kegiatan serupa boleh dibuat lagi di tingkat dekenat Oe-Cusse.
Untuk diketahui bahwa pastor paroki di Keuskupan Dili, umumnya adalah Imam Keuskupan, juga para Religius OFM, CMF, SVD, OP, SJ dan SDB. Oleh karena itu, keberlanjutan kegiatan ini tentu saja akan mempererat sinodalitas, solidaritas dan kerjasama untuk membangun Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.